FLORESGENUINE–Mendaratkan telapak kaki di gerbang pintu SMP Negeri 18 Borong di Tanggo, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, Selasa (10/12/2024), hati saya terenyuh. Kagum sekaligus mendebarkan. Juga heran serentak syukur. Sebab kisah pilu beberapa tahun lalu itu tak tergambar lagi di sekolah itu. Yang ada sudah wauw. Wajahnya berubah jauh. Sudah berkelas. Nampak asri dan memesona. Kesan kuat tergurat jelas; luar biasa.
Namun memori ingatan saya seakan mengajak pulang. Terutama menghangatkan suasana dan kondisi pada, Rabu (15/6/2022) dan Selasa (22/11/2022). Betapa tidak. Dua pengalaman itu seakan melintas rapat. Masih terpahat dan lengket. Seolah enggan mengelupas dari isi tenggorak otak. Bahkan terus meliuk seraya berujar lugas, “Derita panjang itu berakhir. Semuanya menjadi indah pada waktunya!”
Padahal sebelumnya di waktu dua kesempatan kunjungan tersebut, pimpinan sekolah, Asika Fridivianty, S.Pd, masih berkisah tentang hal yang sama. Menguliti dengan jujur kondisi sekolahnya. Gedung sekolahnya darurat. Dinding-dindingnya sudah kropos. Jauh dari kelayakan. Kursi meja alakadarnya. Kantor sekolah masih dempet dengan ruang kelas. Ya.. kondisi sekolah itu serba terlalu. Maklum selain bangunan sekolah berdinding bambu itu sudah cukup berumur, jumlah ruangannya hanya empat unit saja.
Jika hujan mengguyur, sudah pasti mengalir deras membasahi seluruh ruang kelas. Tak pelak, membentuk telaga. Berlumpur, karena kondisi tanahnya lengket dan labil. Meski demikian rombongan belajar harus menyesuaikan dengan kondisi yang ada itu.
Gedung darurat sekolah tersebut , tutur sang kapten sekolah, berasal dari keringat darah komite dan orang tua murid. Sudah lima tahun bertahan dengan kondisi tersebut sejak sekolah itu didirikan pada tahun 2017. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) berlangsung di ruang kelas yang ada itu. Sebanyak 14 orang guru tak lentur mengamalkan abdinya. Mereka tetap semangat mengajar. Mereka ikhlas setia mencurahkan pelayanan mencerdaskan anak bangsa. Sebab tugas memanusiakan manusia sudah jadi junjungan mazmur doanya.
Sedang pejabat tinggi jajaran Pemkab Matim, baik eksekutif maupun legislaif sering datang melihat kondisi sekolah itu. Selepas menabur harap lalu pamit pulang. Janji bantuan gedung untuk sekolah itu hanya sebatas hiburan sebentar hingga tahun lewat. Bantuan yang dijanjikan tak kunjung tiba. Pihak sekolah pun tetap meremas duka seraya memikul lara.
“Fasilitas sekolah yang tersedia itu berasal dari “keroyokan” orang tua siswa dan komite sekolah. Bahwa fasilitas yang ada, di sana-sini terbatas jadi tanggung jawab pemerintah setempat. Jika mengharapkan kemampuan orang tua murid, ibarat punggug merindukan bulan. Sebab kondisi ekonomi orang tua dan komite sekolah bersenyawa dengan keterbatasan yang ada itu,” ujar Yoseph Awi, selaku Ketua Komite SMP Negeri 18 Borong saat itu.
Pengakuan yang sama juga disampaikan pimpinan lembaga SMP Negeri 18 Borong, ketika Tim Kemendiknasrsitek RI mendatangi sekolah itu pada, Selasa (22/11/2022). Anggota tim Kemendiknasristek, yaitu Unggul Sudrajat dan Fadhilah Darma Sulistyo, selaku Pusat Standar Kebijakan Pendidikan. Yosua Rio Hanggar Dhipta, Analis Kerja Sama, Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan. Cindy Arlinda Sudirman, Bayu Trisna, dan Muhammad Dzikry Candra Negara selaku penata kamera. Sedangkan Ryano Septian Bruning, staf administrasi keuangan, Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan.
Kedatangan mereka waktu itu disambut “kencing” langit. Tak kunjung redah juga. Bahkan kian lebat. Meski demikian Tim Kemendiknasriatek tetap lakukan observasi, amati produk siswa-siswi seraya wawancara pimpinan sekolah. Mereka fokus mengamati dari dekat tentang implementasi Merdeka Belajar. Bagaimana aksentuasi Sekolah Penggerak. Seperti apa penerapan kegiatan P5-nya. Dalam kondisi serba darurat itu Tim Kemendiknasristek berhasil menyelesaikan pengamatan terhadap kegiatan suara demokrasi, kewirausahaan, dan gaya hidup berkelanjutan. Semuanya berjalan lancar.
Dan terhadap kegiatan kewirausahaan dengan fokus pengembangan sayur-sayuran Tim Kemendiknasristek memberi aplaus luar biasa. Sebab kreasi siswi-siswi di sekolah itu membawa hasil nyata. Hasil jual sayur-sayuran jadi modal pendukung kegiatan selanjutnya. Mereka berharap kelak dari antara siswa-siswi itu akan lahir usahawan muda.
“Dari beberapa tempat yang kami pantau, kegiatan P-5 di SMPN 18 Borong memiliki kekhasannya. Terbatas tetapi tetap berdaya. Di sinilah mengajarkan kepada pengelolah sekolah bahwa sarana terbatas bukanlah hambatan. Diharapkan kegiatan kewirausahaan dikembang terus menerus,” pinta, Unggul Sudrajat, selaku Ketua Tim Kemendiknasristek.
Namun di sela-sela kegiatan observasi itu, pucuk pimpinan tertinggi sekolah itu, kerap mengusik tentang kondisi sekolahnya. Seraya mendamba kapan tiba bala bantuan untuk meringankan nestapa di sekolahnya itu. Beruntung Tim Kemendiknasristek memahami galau resah sang pimpinan lembaga, kondisi sekolah, dan alam yang kurang bersahabat itu. Mereka tetap konsentrasi dengan tujuan awal. Mengamati item-item penting terkait kunjungan mereka.
Dan terhadap kegelisahan sang kepsek, Tim Kemendiknasristek menjanjikan untuk membantu. Mendorong pemerintah setempat agar segera mencukupi kebutuhan fasilitas pembelajaran di sekolah itu. Sebab SMP Negeri 18 Borong termasuk Sekolah Penggerak. Salah satu sekolah target Kemendiknasristek terkait pengembangan Kurikulum Merdeka Belajar.
“Pada Tahun Anggaran (TA) 2023, SMP Negeri 18 Borong dapat bantuan dua unit ruang kelas yang bersumber dari DAU. Item kegiatan sudah masuk skala prioritas kegiatan tahun 2023. Ke depan pemerintah daerah tetap upayakan agar bangunan sekolah itu bisa tercukupi. Hanya saja tidak bisa ditangani serentak,” terang Rudi, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas PPO Kabupaten Manggarai Timur, kala itu. (Kanis Lina Bana/bersambung)