EDUKASI

Hari Guru dan Nasib Guru, Korban Erupsi Gunung Lewotobi

Oleh : Gerardus Kuma Apeutung *

25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional (HGN) dan Hari Ulang Tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Peringatan dua moment ini menunjukkan betapa pentingnya peran guru.

Guru adalah pelukis masa depan bangsa. Di tangan para guru wajah masa depan bangsa ini dilukiskan. Karena itu guru adalah penentu kualitas manusia Indonesia. Sebagai penggerak utama pendidikan, maju mundurnya bangsa (kualitas manusia) Indonesia ada di tangan guru.

Guru berperan dalam membangun peradaban bangsa. Melalui pribadinya, guru adalah sosok yang digugu dan ditiru. Guru adalah inspirator dan motivator melalui kata-kata dan tindakannya. Keberadaan sosok guru sangat penting dalam menyalakan api inspirasi dan memotivasi anak-anak bangsa.

Perayaan Hari Guru adalah bentuk penghormatan kepada guru atas dedikasi dan pengorbanan mereka dalam mencerdaskan anak bangsa. Moment Hari Guru ini dirayakan dengan berbagai cara.

Aneka kegiatan digelar baik di tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi, hingga nasional. Kegiatan ini melibatkan semua elemen: siswa, orang tua, masyarakat, pemerintah, LSM. Acara-acara peringatan Hari Guru selalu dikemas secara meriah yang disertai pemberian kado bagi guru.

Kementerian Pendidikan Nasional, pada setiap moment Hari Guru selalu memberikan apresiasi bagi guru yang berprestasi dalam bidang tertentu. Guru-guru ini telah melewati tahapan seleksi dan diundang mengikuti kegiatan Hari Guru di Jakarta. Mereka diganjar piagam penghargaan dan uang tunai.

Kemeriahan Hari Guru juga terpantau media sosial. Ucapan Selamat Hari Guru berseliweran di media sosial. Berbarengan dengan itu, foto-foto kegiatan Hari Guru ramai dibagikan di facebook, instgram, tiktok, dll. Semua ini menunjukkan bahwa Hari Guru selalu disambut dan dirayakan dengan sukacita.

BACA JUGA:  Wisata Religius Semana Santa dan Sister City Larantuka - Portugal

Bagi guru-guru di Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, peringatan Hari Guru tahun 2024 terasa pahit. Perayaan Hari Guru tahun 2024 dilakukan di posko-posko pengungsian. Tidak seperti biasanya, Hari Guru dirayakan secara terpusat di bawah koordinasi Pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia Cabang Wulanggitang. Tuan rumah acara tingkat Cabang Wulanggitang selalu digilir setiap tahun di setiap ranting. Namun bencana alam erupsi gunung Lewotobi Laki-Laki memporakporandakan agenda tahunan ini.

Walau di tengah bencana, para guru tetap semangat merayakan hari profesinya. Kegiatannya dikemas secara sederhana namun bermakna di setiap posko pengungsian. Upacara bendera tetap digelar. Di moment spesial ini, di beberapa posko pengungsian, ada sumbangan dari donatur khusus untuk para guru korban erupsi gunung Lewotobi Laki-Laki.

Di tengah duka erupsi gunung Lewotobi Laki-Laki dan euforia Hari Guru, kabar buruk menghampiri bapa ibu guru dan pegawai yang mengabdi di SMPK Santicima Trinitas Hokeng. Dua hari menjelang Hari Guru, para guru di sekolah ini mendapat kado pahit. Sekolah tempat mereka mengabdi selama ini ditutup permanen.

Keputusan penutupan SMPK Sanctissima Trinitas Hokeng tertuang dalam Surat Nomor 001/ST-SMP/XI/2024 tertanggal 23 November 2024 yang ditandatangani Kepala SMPK Sanctissima, Sr. Lidwin Maria, SSpS, S.Fil.,M.Pd.

BACA JUGA:  Warga Australia Salurkan Donasi untuk Korban Erupsi Gunung Lewotobi

Lembaga pendidikan milik tarekat SSpS ini terletak di bawah kaki gunung Lewotobi. Sekolah ini mengalami kerusakan parah saat erupsi pada Minggu (3/11/2024) lalu. Beberapa bangunan sekolah terbakar dan sebagian atap gedung roboh.

Berdasarkan keputusan pemimpin tertinggi Kongregasi SSpS di Roma melalui pertimbangan mendalam, sekolah ini akan beroperasi hingga tanggal 13 Desember 2024 dan akan ditutup permanen pada bulan Januari 2025.

Penutupan SMPK Sanctissima membawa konsekuensi serius bagi para pendidik dan tenaga kependidikan di lembaga yang telah berusia 66 tahun ini. Nasip mereka menjadi tidak jelas. Masa depan mereka menjadi buram.

Para guru sudah menjadi korban erupsi gurung Lewotobi Laki-Laki. Kini mereka harus kehilangan lapangan kerja. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula.

Saya tidak dalam kapasitas menilai keputusan pembesar Kongresi SSpS. Sebagimana pepatah, Roma locuta, causa finita. Kalau Roma sudah berbicara, semua selesai. Keputusan sudah diambil Roma, (tidak) mungkinkah diubah lagi?

Walau demikian, saya ingin mengajak pihak yang berkepentingan untuk memikirkan nasip para guru dan pegawai yang mengabdi di lembaga pendidikan ini. Ke mana mereka akan menggantung masa depannya setelah lembaga pendidikan ini ditutup permanen? Siswa-siswi boleh dipindahkan ke sekolah lain, tetapi guru dan pegawai, akankah mereka mendapatkan sekolah lain untuk menyambung hidupnya?

Penutupan sekolah (apa pun) tanpa mempertimbangkan nasip guru merefleksikan satu hal: menjadi guru, terutama guru honorer, tidak menjamin hidup yang layak dan masa depan yang cerah. Menjadi guru honorer selalu menempatkan diri guru dalam situasi problematik. Gaji yang tidak layak dan tidak ada jaminan masa depan.

BACA JUGA:  Guru Yang Baik Itu Telah Pergi

Pengecualian bagi sekolah di bawah yayasan yang kuat secara finansial, upah guru honorer secara umum masih di bawah standar UMR. Begitu pun jaminan masa depan. Masa depan guru honorer tidak menentu; masih abu-abu. Posisi guru honorer memang sangat rawan. Ancaman pemberhentian bagai hantu yang terus bergentayangan dan mengancam guru honorer kapan saja.

Perayaan Hari Guru kiranya tidak hanya sekedar ritual tahunan yang penuh euforia belaka, tetapi harus dijadikan sebagai moment untuk memperkuat posisi tawar guru. Guru, baik negeri maupun swasta, harus mendapat jaminan masa depan yang pasti.

Dukungan semua pihak akan nasip guru honorer harus terus disuarakan agar guru tidak diperlakukan seenaknya; apalagi diberhentikan tanpa ada jaminan masa depan. Suara keprihatinan ini, tidak hanya soal nasip guru SMPK Sanctissima Trinitas Hokeng. Seruan profetik ini menyangkut masa depan jutaan guru honorer di Indonesia yang sedang dalam kecemasan memperjuangkan kepastian masa depan mereka.

Setiap tahun Hari Guru selalu dirayakan dengan meriah. Namun menghormati guru tidak cukup hanya dengan memeriahkan Hari Guru. Lebih penting dari itu adalah memperjuangkan agar pemerintah harus memberi jaminan kepastian akan masa depan yang baik bagi semua guru, entah honorer maupun ASN.*

Penulis adalah Alumnus UNIKA St. Paulus Ruteng.

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button