HUKRIMNEWS

Edu Gunung Pertanyakan Status Haji Ramang Ishaka dan Muhamad Syair sebagai Fungsionaris Adat Nggorang

Edu Gunung merupakan ahli waris dari almarhum Dance Turuk

FLORESGENUINE.com – Kontroversi jabatan fungsionaris adat yang dijabat oleh Haji Ramang Ishaka dan keponakannya Muhamad Syair semakin menyeruak dipermukaan publik.

Pasal nya, masyarakat ulayat seolah-olah mulai melawan atas kekuasaan Haji Ramang Ishaka dan Muhamad Syair yang selama ini dianggap punya hak atas tanah-tanah di Labuan Bajo yang mesti tanah itu sudah ditata oleh penata tanah terdahulu.

Penolakan terhadap Haji Ramang Ishaka dan Muhamad Syair oleh masyarakat adat, buntut dari sejumlah kasus tanah yang selalu di intervensi oleh Haji Ramang Ishaka dan Muhamad Syair yang terus mengklaim tanah-tanah di Labuan Bajo.

Dance Turuk (almarhum) salah satu penata tanah di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat dulu pernah diberikan surat penyerahan (bukan surat kuasa) untuk membagi beberapa bidang tanah di beberapa titik di wilayah Desa Labuan Bajo yang sekarang menjadi Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo.

Melalui rilis yang diterima oleh media ini, Kamis (20/6/2024) Edu Gunung selaku ahli waris Dance Turuk memperincikan, bahwa sesungguhnya tanah-tanah di wilayah Kelurahan Labuan Bajo sudah ditata oleh penata tanah terdahulu.

Awak media di Labuan Bajo pada Sabtu, 15 Juni 2024 lalu saat ditemui di rumahnya di Labuan Bajo, Edu Gunung mengatakan, almarhum Dance Turuk ayahnya, almarhum Haji Adam Djudje, dan Hamsa Kasnu adalah salah satu tim penata tanah di masing-masing titik di Kelurahan Labuan Bajo.

“Tim penata tanah ini melakukan penata tanah setelah mendapat surat penyerahan dari Haji Ishaka dan Haku Mustafa,” ucap Edu.

Dikatakan Edu, sesungguhnya tanah-tanah di Kelurahan Labuan Bajo itu sudah ditatah oleh penata tanah terdahulu. Karena itu, Haji Ramang Ishaka tidak berhak lagi menata tana tanah yang sudah ditatah.

Apakah Haji Ramang dan Muhamad Syair memiliki Hak Sebagai Fungsionaris Adat Ulayat Nggorang?

Edu Gunung pun juga mempersoalkan jabatan Haji Ramang Ishaka dan Muhamad Syair sebagai fungsionaris adat ulayat Nggorang. Pasalnya tidak ada dokumen ataupun keputusan yang menegaskan pengangkatan Haji.Ramang Ishaka dan Muhamad Syair sebagai fungsionaris adat ulayat Nggorang.

BACA JUGA:  Ketua Golkar Mabar Maju Pilkada Mabar Tahun 2024, Rofinus Rahmat: Masih Dinamis

“Apa dasarnya Haji Ramang ini bertindak sebagai fungsionaris adat Nggorang?. Karena sebelumnya, setelah bapaknya Haji Ishaka meninggal dan Bapak Haku Mustafa meninggal dunia kan terjadi kekosongan fungsionaris adat,” jelasnya.

Menurut Edu, Haji Ramang dan Muhamad Syair mengklaim diri sebagai fungsionaris adat Nggorang. Ruang lingkup kekuasaannya dimulai dari mana dan sampai di mana. Pasalnya, selama ini Ramang Ishaka dan Muhamad Syair ruang intervensi nya hanya fokus di Kelurahan Labuan Bajo. Padahal, dilihat dari segi nama, yakni fungsionaris ulayat Nggorang ruang lingkupnya besar.

“Oke lah kalau pun Haji Umar dan Haji Ramang mengklaim dirinya sebagai fungsionaris adat Nggorang yang sekarang Ramang dengan Syair mengklaim dirinya sebagai fungsionaris adat Nggorang, karena itu tadi faktor keturunan Haji Ramang mengganti posisi bapaknya Haji Ishaka almarhum, Syair mengganti posisi bapaknya Haku Mustafa,” papar Edu.

Yang menjadi pertanyaan nya, sambungnya, lingkup kewenangan dia dari mana sampai di mana?. Artinya, dia bertindak sebagai fungsionaris adat itu dimulai dari mana? Sampai di mana?.

“Karena kalau saya amati selama ini, fungsionaris adatnya Haji Umar dan Haji Ramang selama ini, kemudian Haji Ramang dan Syair, ini hanya berlaku di wilayah Kelurahan Labuan Bajo dan sedikit di wilayah Gorontalo. Kalau tanah yang di Wae Kesambi, di Lancang, di Sernaru, di Kaper, di Lobo Husu kesana, di Nggorang dan Merombok termasuk bagian dari rumah besar Nggorang tidak ada. Orang tidak minta suratnya ke dia,” ujarnya.

Edu menilai, Ramang dan Syair justru tidak muncul jika ada masalah tanah di kampung lain selain wilayah Kelurahan Labuan Bajo. Masyarakat ada menilai, bahwa jabatan Ramang Ishaka dan Syair sebagai fungsionaris adat justru berlaku di hanya di satu tempat. Dimana wilaya itu tempat kerumunnya para investor dan lahan basah yang sering terjadi transaksi besar hingga ratusan miliar.

BACA JUGA:  Perkuat Manajemen Krisis Kepariwisataan di Labuan Bajo

“Bahkan, kalau terjadi masalah tanah di daerah situ (di luar Kelurahan Labuan Bajo) mereka (Ramang Ishaka dan Syair) tidak muncul mereka, tidak tampil. Tidak ada. Sehingga seolah olah fungsionaris adat dari sebutannya saja fungsionaris adat Nggorang tapi lingkup kerjanya hanya Kelurahan Labuan Bajo dan Gorontalo. Labuan Bajo (Kelurahan Labuan Bajo) memang tidak ada Tu,a Golo nya,” ujarnya.

Lebih lanjut Edu jelaskan, berdasarkan informasi (by issue) justru jabatan fungsionaris Ramang Ishaka hanya berdasarkan surat pengukuhan dari mantan Bupati Manggarai Barat, Fidelis Pranda (alm).

Surat pengukuhan itu oleh Bupati Fidelis Pranda, menurut Edu, hanya untuk mengukuhkan (penegasan) tanah yang telah diserahkan oleh Haku Mustafa kepada pemerintah Manggarai (sebelum mekar) pada saat itu. Surat itu khusus untuk menata tanah milik pemerintah yang telah diserahkan, bukan malah menata tanah diluar tanah pemerintah.

“Kemudian tiba-tiba waktu Fidelis Pranda (alm) jadi Bupati, kalau saya tidak salah mungkin dibawah tahun 2010 tiba-tiba ada yang bilang, bahwa fungsionaris ada Nggorang ini Haji Umar dengan Ramang. Haji Umar kakak nya Haji Ramang. Kemudian tanda tanganlah surat-surat sebagai fungsionaris adat Nggorang,” ujarnya.

“Kemudian dengar-dengar nya ini hanya selentingan katanya dikukuhkan oleh Bupati Fidelis Pranda (almarhum). Itu by isu juga. Saya juga belum pernah melihat SK nya. Bahkan sampai hari ini saya tidak pernah baca itu. Itu hanya by isu ya. Lagi-lagi berdasarkan isu pengukuhan itu dulu, semata-mata untuk kepentingan tanah Pemda saja. Itu isu sekali lagi, itu isu,” ujarnya.

Dalam perjalanannya, tambahnya, tanpa melalui musyawarah bersama atau tanpa ada keputusan bersama sebagaimana lazimnya dalam menentukan siapa yang melanjutkan jabatan adat, Haji Umar tiba-tiba tidak ada dalam struktur adat. Posisi itu diganti oleh Muhamad Syair.

“Kemudian dalam perjalannya, dua atau tiga tahun terakhir ini posisinya sudah berubah. Haji Umar sudah tidak ada didalam struktur, yang ada sekarang hanya Haji Ramang dengan Syair. Nah pertanyaan saya, dasarnya apa?,” tanya Edu.

BACA JUGA:  Jika Aku Jadi Bupati Manggarai Barat

Edu Gunung Tidak Bisa Menggugat Surat Pengukuhan yang Dibuat Oleh Bupati Fidelis Pranda (almarhum)

“Tetapi saya tidak bisa berbuat apa-apa, karena saya tida pegang dokumen. Karena kalau betul ada dokumen dikukuhkan oleh Bupati, pasti saya akan menggugak dokumen itu. Saya mempertanyakan apa dasar hukumnya pemerintah mengukuhkan. Tapi karena saya tidak membaca dokumen, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Kita mau gugat apa? Berdasarkan apa? Itu yang jadi soal,” jelasnya.

Awak media selalu berupaya untuk mengkonfirmasi ke Haji Ramang Ishaka dan Muhamad Syair untuk memenuhi asa keberimbangan dalam pemberitaan. Namun, Haji Ramang Ishaka selalu menolak untuk diwawancarai. Pun Syair, selalu mengirim pesan WhatsApp untuk wawancara, namun pesan yang dikirim hanya centang satu.

Dikutip dari berbagai sumber, bahwa  konsekuensi dari tindakan fungsionaris adat menjual tanah dapat bervariasi tergantung pada hukum dan norma yang berlaku di wilayah tersebut.

Sementara untuk pelanggaran adat dalam masyarakat hukum adat, menjual tanah tanpa izin atau melanggar aturan adat dapat dianggap sebagai pelanggaran serius.

Fungsionaris adat yang melakukan tindakan ini mungkin akan dihukum oleh komunitas atau dewan adat.

Maka dari itu, akan muncul kehilangan kepercayaan. Fungsionaris adat memiliki tanggung jawab untuk menjaga kepentingan masyarakat dan melestarikan adat istiadat. Jika fungsionaris adat menjual tanah secara sembarangan, ini dapat menyebabkan kehilangan kepercayaan dari anggota masyarakat.

Apalagi jika tanah yang dijual memiliki sertifikat hak milik atau status hukum tertentu, tindakan menjual tanah tanpa prosedur yang benar dapat menyebabkan sengketa hukum antara pembeli, penjual, dan pihak berwenang.

Jika terjadi perampasan (penjualan tanah orang lain) oleh fungsionaris adat maka akan menimbulkan ketidakpuasan di antara anggota masyarakat dan ini dapat menyebabkan ketegangan sosial dan konflik di wilayah tersebut. ***

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button